Selasa, 04 Januari 2011

SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode 1953-1959

download
1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Sistem Pembayaran Periode 1953-1959 Pada tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, perjuangan kemerdekaan Indonesia belum usai. Terlebih lagi dalam bidang ekonomi. Indonesia masih mewarisi buruknya kondisi ekonomi pasca perang. Jatuhnya nilai rupiah dan merosotnya kegiatan ekspor telah meningkatkan laju inflasi dan krisis devisa yang terus berlanjut, bahkan semakin memuncak pada tahun 1954. Sementara itu, pengeluaran pemerintah untuk kegiatan non pembangunan masih cukup besar, terutama dalam usaha mengatasi ketegangan antara pusat dan daerah, gerakan separatis DI/TII, dan perseteruan dengan Belanda untuk merebut Irian Barat. Sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang No. 11/1953, tugas pokok Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral adalah mengatur satuan nilai uang, menjaga sebaik mungkin supaya nilainya stabil, menyelenggarakan peredaran uang, mempermudah jalannya uang giral di Indonesia, serta memajukan jalannya pembayaran luar negeri. Uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah uang kertas bertanda tahun 1952. Uang kertas ini dikeluarkan dalam tujuh pecahan, mulai dari Rp 5 hingga Rp 1.000. Uang kertas tersebut telah dipersiapkan bersamaan dengan persiapan pendirian BI, yaitu setelah nasionalisasi DJB pada akhir tahun 1951. Tetapi, uang kertas tersebut baru diedarkan setelah berlakunya UU No. 11/1953 pada tanggal 1 Juli 1953. Sebagaimana BI, pemerintah juga menerbitkan uang kertas pecahan Rp 1 dan Rp 2.5. Uang kertas ini adalah uang kertas Seri Pemandangan Alam bertanda tahun 1951 dan 1953, serta Seri Suku Bangsa bertanda tahun 1954 dan 1956. Dalam transaksi non tunai, pada akhir tahun 1954, BI menetapkan diri sebagai kantor perhitungan sentral untuk mengembangkan lalu lintas pembayaran giral setempat. Surat-surat yang diperhitungkan dalam proses ini adalah cek, bilyet giro, wesel, nota kredit, nota debet, dan surat berharga lain yang layak dipertimbangkan sebagai alat pembayaran giral. Bank-bank diwajibkan mempunyai rekening giro di BI untuk memelihara likuiditas dan menampung transaksi kliring. Keikutsertaan bank dalam kliring ditentukan oleh jumlah warkat yang akan dikliringkan. Jika jumlahnya sedikit, bank tersebut dapat secara langsung menyelesaikan dengan bank yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar